Mitos Seputar Makanan Pedas yang Sering Disalahpahami (Berdasarkan Fakta Ilmiah)

inutrisi.com - Makanan pedas sudah menjadi bagian dari budaya kuliner di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, di balik sensasinya yang menggugah selera, muncul banyak anggapan yang belum tentu benar. Tidak sedikit orang yang masih mempercayai mitos seputar makanan pedas tanpa memeriksa kebenarannya secara ilmiah.


Artikel ini akan membahas beberapa mitos paling umum tentang makanan pedas dan meluruskannya dengan fakta yang didukung penelitian dan pendapat para ahli.


1. Mitos: Makanan Pedas Menyebabkan Maag dan Luka di Lambung

Salah satu mitos yang paling sering kita dengar adalah bahwa makanan pedas bisa menyebabkan maag atau luka pada lambung. Faktanya, maag atau tukak lambung umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri Helicobacter pylori atau konsumsi obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) secara berlebihan.

Menurut penelitian yang dipublikasikan di American Journal of Clinical Nutrition (2012), senyawa aktif dalam cabai yang dikenal sebagai capsaicin justru memiliki efek protektif terhadap lambung. Capsaicin dapat merangsang produksi lendir pelindung dinding lambung dan meningkatkan aliran darah ke area tersebut, sehingga mempercepat penyembuhan luka lambung dalam dosis tertentu.

Namun, bagi penderita sindrom iritasi usus (IBS) atau penyakit refluks gastroesofageal (GERD), konsumsi makanan pedas secara berlebihan tetap bisa memicu ketidaknyamanan seperti rasa terbakar di dada (heartburn).

Referensi:

·       American Journal of Clinical Nutrition, 2012. "Effects of Capsaicin on Gastric Mucosa Protection."

·       American Academy of Gastroenterology, 2021. "Spicy Foods and Stomach Health."


2. Mitos: Makanan Pedas Bisa Menurunkan Berat Badan Secara Signifikan

Ada anggapan bahwa makan makanan pedas bisa membantu menurunkan berat badan secara efektif. Benar bahwa capsaicin memiliki efek thermogenic, yaitu meningkatkan suhu tubuh dan laju metabolisme setelah dikonsumsi. Penelitian dari Henry Ford Health System (2020) menyebutkan bahwa capsaicin dapat meningkatkan pembakaran kalori sebesar 10-15% dalam beberapa jam.

Namun, efek ini tidak cukup besar untuk menghasilkan penurunan berat badan signifikan jika tidak diimbangi dengan pola makan sehat dan aktivitas fisik yang konsisten. Jadi, mengandalkan makanan pedas sebagai metode utama menurunkan berat badan adalah mitos.

Referensi:

·       Henry Ford Health System, 2020. "Capsaicin and Its Role in Weight Management."

·       International Journal of Obesity, 2018. "Thermogenic Effects of Capsaicin: Meta-analysis Review."


3. Mitos: Makanan Pedas Dapat Menyebabkan Ketagihan

Banyak orang merasa “nagih” saat makan pedas, sehingga muncul anggapan bahwa makanan pedas bisa menyebabkan ketagihan seperti zat adiktif lainnya. Faktanya, capsaicin memang memicu pelepasan endorfin dan dopamin di otak, hormon yang menimbulkan perasaan senang dan nyaman. Inilah alasan mengapa seseorang merasa “happy” setelah makan pedas.

Namun, tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa makanan pedas memiliki sifat adiktif yang sama seperti narkotika atau nikotin. Ketagihan makanan pedas lebih bersifat psikologis dan kebiasaan, bukan ketergantungan fisik.

Referensi:

·       American Chemical Society, 2017. "Why Do People Love Spicy Food?"

·       Journal of Neuroscience, 2015. "Capsaicin-Induced Euphoria: A Neurochemical Perspective."


4. Mitos: Makanan Pedas Menyebabkan Jerawat

Mitos lain yang sering dipercaya adalah makanan pedas dapat memicu timbulnya jerawat. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang membuktikan hubungan langsung antara konsumsi makanan pedas dengan munculnya jerawat. Penyebab utama jerawat adalah produksi sebum berlebih, penyumbatan pori-pori, bakteri, dan faktor hormonal.

Namun, bagi individu yang memiliki kulit sensitif atau kondisi seperti rosacea, konsumsi makanan pedas memang bisa memperparah peradangan kulit. Ini bukan berarti makanan pedas menyebabkan jerawat, melainkan memperburuk kondisi kulit yang sudah ada.

Referensi:

·       American Academy of Dermatology, 2021. "Diet and Acne: What’s the Link?"

·       British Journal of Dermatology, 2019. "Spicy Foods and Skin Inflammation."


5. Mitos: Ibu Hamil Tidak Boleh Mengonsumsi Makanan Pedas

Sebagian besar orang tua akan melarang ibu hamil untuk makan makanan pedas karena dianggap dapat membahayakan janin. Faktanya, tidak ada bukti medis yang menyatakan bahwa makanan pedas berbahaya bagi perkembangan janin dalam kandungan.

Menurut Mayo Clinic, makanan pedas aman dikonsumsi oleh ibu hamil selama tidak menyebabkan gangguan pencernaan seperti mulas atau diare yang bisa mengganggu kenyamanan ibu. Bahkan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi yang terpapar rasa pedas sejak dalam kandungan akan lebih terbuka terhadap variasi rasa setelah lahir.

Namun, tetap disarankan agar ibu hamil tidak mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan, terutama jika memiliki riwayat masalah pencernaan.

Referensi:

·       Mayo Clinic, 2022. "Spicy Foods During Pregnancy: Is It Safe?"

·       Journal of Pediatric Gastroenterology, 2020. "Prenatal Flavor Exposure and Infant Taste Preferences."


Mitos Seputar Makanan Pedas: Mana yang Harus Anda Percaya?

Dengan banyaknya informasi yang beredar, penting bagi kita untuk memilah mana yang merupakan mitos dan mana yang terbukti secara ilmiah. Jangan sampai terjebak oleh anggapan turun-temurun yang belum tentu benar. Jika Anda ingin memahami lebih dalam mengenai mitos seputar makanan pedas, Anda dapat membaca artikel lengkapnya di inutrisi.com.

Makanan pedas bukanlah musuh bagi kesehatan jika dikonsumsi dengan bijak. Pahami kondisi tubuh Anda, sesuaikan porsi, dan pastikan Anda mendapatkan informasi dari sumber yang kredibel agar tidak mudah termakan mitos yang salah.


Posting Komentar untuk "Mitos Seputar Makanan Pedas yang Sering Disalahpahami (Berdasarkan Fakta Ilmiah)"